Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dua kali perjalanan ke negara tetangga, dua kali punya teman seperjalan TKW dan dua kali juga saya tidak tahu pasti bagaimana kabar mereka berdua. Yang pertama, Mbak Iki… *baca tulisan saya sebelum ini*. Dan yang kedua, sebut saja Mbak Iku….
Dua tahun kerja di kilang *maksudnya, pabrik*. Habis kontrak kerjanya, Mbak Iku pulang ke Indonesia, tepatnya ke Lampung Utara. Pertama kalinya pulang kampung, dan sendirian!
Masih ada lagi, di Jakarta nanti tak ada keluarga yang menjemput karena kepulangannya dimajukan beberapa hari dari jadwal semula. Padahal Mbak Iku masih belum tahu bagaimana melanjutkan perjalannya ke Lampung Utara.
Ya Alloh… Saya mbayangin gimana kalau saya yang ada di posisi Mbak Iku…
Saya pun menemaninya di Bandara dan ternyata kita duduk bersebelahan dalam pesawat. Sambil menunggu, sempat ngobrol-ngobrol juga dengan penumpang lainnya. Ada 2 orang bapak, yang satu pulang ke Cianjur dan yang lainnya ke Serang.
“Kalau gitu pulangnya bareng saya saja. Biar saya antar sampai Merak. Dari sana baru saya ke Serang, paling-paling Cuma 1 jam-an”, kata si Bapak.
Alhamdulillah… sedikit tenang, karena Mbak Iku tidak benar-benar sendirian. Dan saya perhatikan kedua bapak itu juga nampaknya orang baik.
Saya dan 2 bapak tadi berencana meloloskan Mbak Iku keluar dari Bandara Soekarno Hatta melalui pintu penumpang umum! Bismillah…. Mudah-mudahan berhasil…
Lokasi: di Bandara Internasional Soekarno-hatta.
Cek imigrasi ok, cek bagasi ok. Satu koper buesar Mbak Iku dibawa oleh si Bapak, dan tas besar lainnya dibawakan Bapak yang lain. Mbak Iku hanya membawa tas tangan dan persis ada disebelah saya *ceritanya lagi menyamarkan*.
Hanya beberapa meter dari pintu keluar
“Coba lihat passportnya”.
Seseorang tidak berseragam, mengenakan kartu pengenal yang separuhnya tertutup jaket, menghentikan kita.
“Kamu, boleh keluar”, ditujukan ke saya.
“Kamu, ikut saya”, jari telunjuknya mengarah ke Mbak Iku.
Ya Alloh….
Singkat cerita, koper buesar sudah dibawa Mbak Iku, tapi tas besarnya ada di saya yang menunggu di luar.
“Wah, saya harus nunggu sampai jam berapa nih?”
“Memang kenapa Mbak?”
Sebut saja namanya Pak Eko, tadi sempat bertemu waktu check-in, rupanya beliau masih menunggu jemputan. Saya ceritakan semuanya….
Pak Eko masuk lagi kedalam bandara menanyakan keberadaan Mbak Iku. Ternyata Mbak Iku sudah digiring ke jalur khusus TKI dan mungkin sekarang sudah ada di terminal 3.
Wah, paniklah saya. Terminal 3? Dimana tuh? Tasnya Mbak Iku bagaimana? Saya pun tak tahu nomor HP nya. Beruntung, jemputan Pak Eko sudah datang. Beliau berbaik hati mau mengantarkan saya ke terminal 3.
Ternyata letaknya terpisah jauh dari terminal 1 dan 2. Dari Bandara, para TKI diangkut lagi dengan bus menuju tempat ini. Setelah menjelaskan maksud kedatangan di pos penjaga, sesorang mengantarkan kami. Hanya satu orang saja yang boleh masuk. Karena masih menginngat wajah Mbak Iku, jadilah saya yang masuk kedalam satu ruang besar seperti hall *atau lantai 1 nya GSG di ST3*. Ada ratusan TKW ada disana, dipisahkan berdasarkan tujuan mereka. Ada yang ke Surabaya dan berbagai daerah lainnya.
Sambil mencari-cari Mbak Iku, saya pun ngobrol dengan orang yang menemani itu.
“Pak, kenapa TKW pulangnya harus melalui terminal 3?”
“Karena dulu waktu mereka berangkat kan melalui Depnaker, jadi pulangnya juga begitu dong.”
“Kalau ada keluarga yang menjemput di Bandara gimana?”
“Yaa… ngga boleh. Ngga boleh dijemput keluarga. Tetap harus melalui terminal 3.”
“Oooo… *?*”
‘Trus, nanti mereka dipulangkan dengan travel? Yang udah nunggu didepan itu ya?”
“Bukan travel, tapi angkutan khusus.”
Mulut saya mengoceh, mata masih terus kelilingan mencari mbak Iku.
“Setiap hari selalu ramai seperti ini Pak?”
“Wah, bahkan bisa sampai ribuan Mbak?”
“Hah?? Kasihan dong mereka kalau tempatnya terlalu penuh.”
“Ya ngga juga. Secara berkala ada yang dipulangkan dengan angkutan khusus.”
Alhamdulillah…. Saya pun bertemu dengan Mbak Iku. Kami saling berpelukan, seperti layaknya teman lama. Sedikit tenang karena ada beberapa orang TKW yang juga pulang ke Lampung. Setelah bertukar alamat dan nomor telepon, kami pun berpisah lagi, dan berjanji untuk saling memberikan kabar begitu sampai rumah.
Hati-hati Mbak. Semoga selamat dalam perjalanan dan sampai tujuan…
Lagi-lagi Pak Eko berbaik hati mengantarkan saya kembali ke terminal 2 karena harus naik bus Damri.
2 hari setelah itu, saya coba telepon Mbak Iku, sampai beberapa kali, tapi yang terdengar selalu nada sibuk. Ah… semoga kau baik-baik saja Mbak…
Pucuk dicinta ulam tiba, Mbak Iku akhirnya menelpon saya keesokan harinya. Sayang, saat itu saya tak di rumah. Ada salam darinya. Ah… Alhamdulillah kau baik-baik saja.
**
Yang pertama,
Terima kasih untuk 2 orang bapak yang sudah berniat mengantarkan Mbak Iku sampai ke Merak. Terima kasih juga untu Pak Eko yang sudah berbaik hati mengantarkan saya ke terminal 3 dan balik lagi ke terminal 2, walaupun harus berputar-putar cukup jauh. Senang rasanya masih ada yang peduli dengan sesama, dengan para TKI.
Yang kedua,
Kenapa kami berniat meloloskan Mbak Iku melalui pintu keluar penumpang umum? Karena sudah ada yang bersedia mengantarkan sampai Pelabuhan Merak. Supaya bisa lebih cepat sampai dirumah, tidak tertahan dulu di terminal 3. Supaya tidak perlu membayar biaya administrasi di terminal 3 *kabarnya begitu*. Saya belum tahu, apakah ada peraturan tertulis, bahwa setiap TKW yang tiba di Bandara Cengkareng HARUS melalui terminal 3?
Yang ketiga,
Kenapa pintu keluar penumpang umum dan TKI harus dipisahkan? Kita sama-sama bayar tiket, bayar pajak bandara juga. Tapi kenapa TKI diperlakukan berbeda? Seolah-olah mereka dari kelas yang berbeda…
Yang keempat,
Apakah keberadaan terminal 3 cukup aman, efektif dan efisien?
Lebih baik mana jika dibandingkan TKI pulang dengan usaha mereka sendiri?
Pernahkan Depnaker melakukan survey tentang hal ini?
Yang kelima,
Mbak Iku pernah cerita, ada kawannya yang diminta tambahan ongkos ditengah perjalanan. Padahal sebeleumnya, besarnya ongkos sudah disepakati bersama. Pernah dengar juga berita tentang TKI yang dirampok ditengah jalan, bahkan sampai di bunuh. Tanggung jawab siapa kah semua ini?
Yang keenam,
Mimpi saya, tak ada lagi pintu keluar atau jalur khusus TKI. Mereka dan penumpang lainnya keluar dari pintu yang sama. Begitu diluar sudah dinanti sanak keluarga yang menjemput, atau bisa langsung ke bus Damri ke berbagai tujuan. Bukan di kerubungi calo-calo mobil yang langsung tarik tas orang, bahkan langsung ngeloyor membawa tas orang. Semoga…
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
No comments:
Post a Comment