Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Masih dalam rangka mudik, siang itu janjian ketemu di Blok M ama sepupu ku. Berangktlah dari Bekasi, naik Patas Mayasari AC28. Seperti biasa, begitu masuk jalan tol, kondekturnya mulai narik ongkos. Awalnya sih biasa aja, tapi kok seperti ada yang ribut-ribut ya?
Seorang Bapak *tempat duduknya 2 baris ke depan dari tempatku* keukeuh mbayar Rp 5.000 seperti yang diinformasikan Humas Mayasari *yang dimuat di Kompas edisi 11 November 2005*.
Si kondektur juga keukeuh minta Rp 5.500 karena perintah atasannya *entah atasan yang mana*, bukan karena dia sendiri yang menaikkan tarif. Katanya lagi, kalau tetap 5.000 yang ada malah tekor *ongkos jalan lebih besar dari penerimaan* dan mereka lah yang nombok *?*.
Sedangkan saya sendiri? Bingung... Karena ga baca koran dan kali pertama naik patas sejak bulan Maret lalu *waktu itu masih Rp 3.500*. Tanya ke ibu yang duduk disebelahku,
"Sebenernya ongkosnya berapa sih Bu?"
"Kalau dari pengumuman Humas nya sih Rp 5.000. Tapi menjelang lebaran jadi Rp 5.500 alasannya buat THR karyawan. Lha, Lebarannya udah lewat kok masih tetep segitu. Kemarin saya ke Tangerang juga ribut-ribut kaya' gini", jawab si Ibu panjang lebar.
"Sekarang apa-apa mahal, padahal gaji tetep", tambah si ibu lagi.
Memang dari dulu ceritanya seperti itu, gaji selalu kalah cepat naik dibanding harga-harga kebutuhan pokok.
"Iya, apalagi biaya transport. Sekarang saya kepasar pp habis Rp 7.000. Kalau diwarung dekat rumah, duit segitu udah bisa beli lauk", jawab ibu yang satu lagi *saya duduk di kursi yang tiga dan semuanya ibu-ibu*.
Duh.... miris hati ini... Sebuah negara "besar", yang semakin hari semakin banyak rakyatnya yang menjadi "kecil" karena keadaan *sambil memandang keluar jendela dan berusaha menahan butiran itu tak keluar dari mata*.
Buat pihak yang berkait, tolong dong buat peraturan yang jelas dan tegas. Kalau memang tarif harus naik, naik lah secara proporsional *kalau perlu dimuat dikoran juga tentang struktur tarifnya*, bukan jadi aji mumpung untuk sedikit memperbesar keuntungan.
Kalau memang cukup Rp 5.000 kenapa mesti dilebihkan? Dan kalau pun harus Rp 5.500 kenapa malu-malu untuk mengumumkan? *dengan catatan, struktur tarifnya harus dimuat dikoran, biar rakyat juga tahu kenapa kita harus membayar sekian*.
Tak kasihan kah dengan rakyat? Yang setiap hari naik angutan umum, naiknya sambil lari-larian, dijalan macet, didalam penuh, masih ditambah pula dengan keributan karena selisih yang "cuma" 500 perak.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
1 comment:
Fiuuuh... trenyuh banget bacanya, Ma. Mudah2an keadaan jadi makin baik.
Post a Comment